waktu

Kamis, 24 November 2011

makalah askep abses paru dan tb paru


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Organ penting merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Khususnya berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondioksida yang merupakan hasil sisa proses pernapasan yang harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen tetap terpenuhi. Udara sangat penting bagi manusia, tidak menhirup oksigen selama beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah peranan penting paru-paru. Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang berkeliaran di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai penyakit paru-paru
Penyakit tuberkulosis sudah ada sejak ribuan tahun lalu sebelum masehi. Menurut hasil penelitian penyakit tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kino, ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis yang merupakan penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil0 yang dikenal dengan nama “Mycobakterium tuberculosis” pennyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah pada golongan sosial ekonomi rendah, dari selruh penderita tersebut, angka kesembuhannya hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan (Widoyono, 2008).

1.2              Tujuan
a)   Untuk memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan yang diberikan dengan Masalah pada sistem Pernafasan yaitu abses paru dan TB paru
b)   Mengetahui tentang definisi dari abses paru dan TB paru
c)    Mengetahui penyebab dari abses paru dan TB paru
d)   Mengetahui tanda dan gejala dari abses paru dan TB paru
e)    Mengetahui Penatalaksanaan dari abses paru dan TB paru
f)    Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi dengan masalah pada sistem pernafasan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Abses  Paru
2.1.1. Konsep Dasar Teori
     2.1.1.1 Definisi
Abses paru adalah lesi nekrotikan setempat pada parenkim paru yang mengandung bahan purulen lesi mengalami kolaps dan membentuk ruang.
Kebanyakan abses paru terjadi karena bahan teraspirasidari hidung atau mulut. Abses juga terjadi sekunder terhadap obstruuksi m ekanik atau fungsional bronki, termasuk tumor,benda asing, atau stenosis bronkial. Atau terjadi akibat nekrotiasis pneumonia, tuberkulosis, embolisme paru, atau trauma dada.
Pasien yang  mengalami kerusakan refleks batuk dan tidak mampu untuk menutup glotis, atau mereka yang mengalami kesulitan mengunyah, beresiko terhadap aspirasi benda asing dan mengalami abses paru. Pasien berisiko lainnya termasuk mereka yang mengalami perubahan status kesadaran akibat anestesia
     2.1.1.2 Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebbagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses parubiasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi).
Sejumlah bakteri yang berasala dari celah gusi sampai kesaluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadapa infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tbuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:
·         Seseorang yang berada dalam tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau pengggunaaan alkohol.
·         Penderita penyakit sistem syaraf. Jika bakterio tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme peertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hr kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan) yang berakhir dengan pembentukan abses.
Mekanisme pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis akibat emboli septik pada paru-paru. Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling sering adalah peptostreptococcus, bacteroides, fusobacterium dan microaerob hilic streptococcus organisme laiinnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru adalah stphylococcus aureus, streptococcus pyogenes, streptococcus pneumoniae, klebisella pneumoniae, haemopilus influenza, spesies actinomyces dan nocardia, basil gram positif.
Penyebab non bakteri juga bisa menyebabka abses paru, diantaranya: parasit (paragonis, entamoeba), jamur (aspergilus, histoplasma, blastomyces, coccidioides.

     2.1.1.3 Patofisiologis
Proses dimulai dibronki menyebar keparennkim paru dikelilingi oleh jaringan granulasi. Perluasan ke pleura sering terjadi. Hubungan dengan bronkus dapat terjadii sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak efektif dapat menyebabkan abses menjadi mahun.

     2.1.1.4 Manifestasi Klinik
            Presentasi klinik abses paru dapat beragam dari batuk produktif ringan sampai penyakit akut. Pasien mungkin sakit secara kronis atau akut. Sebagian besar pasien mengalami batuk produktif dengan jumlah sputum sedang sampai banyak dan berbau sering bercampur darah. Pleurisi, atau nyeri dada pekak, dispnea, kelemahan, anoreksia, dan penurunan berat biasa terjadi.
2.1.1.5   Pemeriksaan Diagnostik
a.    Bisa dilakukan rotgen dada: pada mulanya memberi gambaran konsolidasi seperti pada pneumonia,kemudian setelah kkira-kira 10 hr kemudian jaringan nekrotik dikeluarkan dan meninggalkan kavitas dengan “air fluid level” yang berkarteristik.
b.    Pemeriksaan lab darah: LED meningkat, leukosit 20-30rbu/mm,        
c.    Sputum berupa pus dengan pengecatan gram terdapat dengan leukosit dan dapat ditentukan bermacam-macam basil.
     2.1.1.6  Pencegahan
            Tindakan berikut akan mengurangi risiko terjadinya abses paru :
            - Pasien yang harus menjalani pencabutan gigi ketika gusi dan gigi mereka terinfeksi mungkin harus diberikan terapi antibiotik yang sesuai sebelum prosedur  yang  sesuai sebelum prosedur yang menyangkut gigi.
            - Pasien diintruksikan untuk mempertahankan higiene yang adekuat terhadap gigi. Mulut, karena bakteria anaerobik berperan dalam patogenesis abses paru.
     2.1.1.7 Pengobatan
Untuk penyembuhan sempurna diperlukan antibiotikk, baik intravena maupun peroral. Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rotgen dada menunjukan bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai perbaikan seperti ini, biasannya antibiiotik diberikan selama 4-6 minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter lemih dari 6cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang. Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10 hari setelah pemberian antibiotik tidak turun juga, berarti telah terjadi kegagalan terapi dan sebaiknya dilakukan pemerikaan diagnostik yang lebih lanjut untuk menentukan penyebab darikagagalan tersebut.
Pada abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan pembedahan. Indikasi pembedahan biasanya adalah kegagalan terhadap terapi medis, kecurigaan adanya tumor atau kelainan bentuk paru-paru bawaan.
2.1.2   Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.1.2.1. Pengkajian
a)    Pemeriksaan fisik dada
-     Inspeksi: Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan
-     Palpasi: Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi panas badan yang meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak nafas, adanya jari tabuh,
-     Perkusi: Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi
-     Auskultasi: Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus.
b)   Pemeriksaan tambahan terutama laboratorium yang terjadi peningkatan angka leukosit dan laju endap darah serta terjadinya penurunan tekanan O2 arteri, rontgen dada terlihat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya yang tampak jelas lagi dengan pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau benda asing dalam pemeriksaan bronkoskopi.

     2.1.2.2 Diagnosa
a)      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
b)      Ketidak efektifan pola nafas b.d pertukaran gas
c)      Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
d)     Kurangnya pengetahuan b.d kurang informasi
e)      Nyeri b.d peradangan paru
f)       Gangguan rasa nyaman b.d hipertermi

     2.1.2.3 Perencanaan
a)      Dx.1 Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
1.    Tujuan :
-     Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
2.    Kriteria hasil :
-     Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret).
3.    Rencana Tindakan :
-     Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi
-     Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronkhial
-     Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur
-     Bantu latihan nafas abdomen
-     Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
-     Tingkatan masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
-     Berikan obat sesuai indikasi
-     Ajarkan dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase
-     Awasi AGD, Foto dada
-     Kolaborasi: Bronkodilator, Antibiotika, Drainase Bronkoskopi

b)     Dx.2 Ketidak efektifan pola nafas b.d pertukaran gas
1.    Tujuan :
-     Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
2.      Kriteria :
-     GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.

3.      Rencana Tindakan :
-     Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori, ketidakmampuan berbincang
-     Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan sesuai kebutuhan dan toleransi .
-     Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
-     Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
-     Awasi tingkat kesadaran / status mental
-     Awasi tanda vital dan status jantung
-     Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi

c)      Dx.3 Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
1.      Tujuan :
-     Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2.      Kriteria hasil :
-     Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas
-     Tanda vital dalam batas normal setelah beraktifitas
-     Kebutuhan ADL terpenuhi
3.      Rencana Tindakan :
-     Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
-     Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan secara bertahap
-     Libatkan keluarga dala pemenuhan kebutuhan pasien serta peralatan yang mudah terjangkau
-     Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

d)     Dx.4 Kurangnya pengetahuan b.d kurang informasi
1.      Tujuan :
-     Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
2.      Kriteria hasil :
-     Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab
-     Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
3.      Rencana tindakan :
-     Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu
-     Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan
-     Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum
-     Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi tak diinginkan
-     Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan mulut
-     Kaji efek bahaya minuman keras dan nasehatkan menghentikan minum minuman keras pada pasien dan atau orang terdekat
-     Berikan informasi tentang pembatasan aktifitas dan aktifitas pilihan dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan
-     Diskusikan pentingnya mengikuti perwatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum
-     Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila di indikasikan. Berikan rencana perawatan detail dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan pulang.

e)      Dx.5 Nyeri b.d peradangan paru
1.    Tujuan:
-     Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
2.      Kriteria hasil :
-        Menunjukkan perilaku rilek
-        Bisa istirahat/tidur
-        Peningkatan aktifitas dengan tepat
3.      Rencana tindakan :
-        Tentukan karakteristik nyeri: PQRST
-        Pantau tanda vital
-        Berikan tindakan nyaman: pijatan punggung, perubahan posisi, relaksasi dan distraksi
-        Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk
-        Kolaborasi: Analgetik
f)       Dx.6 Gangguan rasa nyaman b.d hipertermi
1.    Tujuan:
-     Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
2.    Kriteria hasil:
-     Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
3.      Rencana tindakan:
-     Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis
-     Pantau suhu lingkungan
-     Berikan kompres hangat dan ajarkan serta anjurkan keluarga
-     Kolaborasi: Antipiretik, Antibiotik


2.2       Tuberkulosis Paru
            2.2.1    Konsep Dasar Teori
                 2.2.1.1 Definisi
            Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airborne).(Niluh gede Yasmin, hal 82).
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajad rendah, nyeri dada dan batuk darah. (Mansjoer, Arief, 473:2001).
            Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Brunner & Suddarth, hal : 584).
Jadi Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru.            
2.2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.
















DAFTAR PUSTAKA
C.Smeltzer, Suzanne dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta : EGC
Doengoes,  Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Yasin Asih, Niluh Gede dan Christiantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC