BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Organ penting merupakan
salah satu organ vital bagi kehidupan manusia. Khususnya berfungsi pada sistem pernapasan
manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan manusia dan
mengeluarkan karbondioksida yang merupakan hasil sisa proses pernapasan yang
harus dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen tetap
terpenuhi. Udara sangat penting bagi manusia, tidak menhirup oksigen selama
beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah peranan penting paru-paru.
Organ yang terletak di bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang
berat, belum lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai
bibit penyakit yang berkeliaran di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai penyakit
paru-paru
Penyakit
tuberkulosis sudah ada sejak ribuan tahun lalu sebelum masehi. Menurut hasil
penelitian penyakit tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kino, ilmuan
Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis yang merupakan penyakit ini.
Kuman ini berbentuk batang (basil0 yang dikenal dengan nama “Mycobakterium
tuberculosis” pennyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta
mulai merambah pada golongan sosial ekonomi rendah, dari selruh penderita
tersebut, angka kesembuhannya hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan
(Widoyono, 2008).
1.2
Tujuan
a)
Untuk memahami konsep dasar dan
asuhan keperawatan yang diberikan dengan Masalah pada sistem Pernafasan yaitu
abses paru dan TB paru
b)
Mengetahui tentang definisi dari
abses paru dan TB paru
c)
Mengetahui penyebab dari abses paru
dan TB paru
d)
Mengetahui tanda dan gejala dari
abses paru dan TB paru
e)
Mengetahui Penatalaksanaan dari
abses paru dan TB paru
f)
Mengetahui Pengkajian, Diagnosa,
Intervensi, dan Evaluasi dengan masalah pada sistem pernafasan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Abses Paru
2.1.1.
Konsep Dasar Teori
2.1.1.1 Definisi
Abses
paru adalah lesi nekrotikan setempat pada parenkim paru yang mengandung bahan
purulen lesi mengalami kolaps dan membentuk ruang.
Kebanyakan
abses paru terjadi karena bahan teraspirasidari hidung atau mulut. Abses juga
terjadi sekunder terhadap obstruuksi m ekanik atau fungsional bronki, termasuk
tumor,benda asing, atau stenosis bronkial. Atau terjadi akibat nekrotiasis
pneumonia, tuberkulosis, embolisme paru, atau trauma dada.
Pasien
yang mengalami kerusakan refleks batuk
dan tidak mampu untuk menutup glotis, atau mereka yang mengalami kesulitan
mengunyah, beresiko terhadap aspirasi benda asing dan mengalami abses paru.
Pasien berisiko lainnya termasuk mereka yang mengalami perubahan status
kesadaran akibat anestesia
2.1.1.2 Etiologi
Kebanyakan
abses paru muncul sebbagai komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat bakteri
anaerob di mulut. Penderita abses parubiasanya memiliki masalah periodontal
(jaringan di sekitar gigi).
Sejumlah
bakteri yang berasala dari celah gusi sampai kesaluran pernafasan bawah dan
menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadapa infeksi semacam
ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tbuh sedang menurun,
seperti yang ditemukan pada:
·
Seseorang yang berada dalam tidak sadar
atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius, atau
pengggunaaan alkohol.
·
Penderita penyakit sistem syaraf. Jika
bakterio tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme peertahanan tubuh,
maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hr kemudian
berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan) yang berakhir dengan
pembentukan abses.
Mekanisme
pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis
akibat emboli septik pada paru-paru. Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri
anaerob. Yang paling sering adalah peptostreptococcus, bacteroides,
fusobacterium dan microaerob hilic streptococcus organisme laiinnya yang tidak
terlalu sering menyebabkan abses paru adalah stphylococcus aureus,
streptococcus pyogenes, streptococcus pneumoniae, klebisella pneumoniae,
haemopilus influenza, spesies actinomyces dan nocardia, basil gram positif.
Penyebab
non bakteri juga bisa menyebabka abses paru, diantaranya: parasit (paragonis,
entamoeba), jamur (aspergilus, histoplasma, blastomyces, coccidioides.
2.1.1.3 Patofisiologis
Proses
dimulai dibronki menyebar keparennkim paru dikelilingi oleh jaringan granulasi.
Perluasan ke pleura sering terjadi. Hubungan dengan bronkus dapat terjadii
sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan
yang tidak efektif dapat menyebabkan abses menjadi mahun.
2.1.1.4 Manifestasi
Klinik
Presentasi klinik abses paru dapat
beragam dari batuk produktif ringan sampai penyakit akut. Pasien mungkin sakit
secara kronis atau akut. Sebagian besar pasien mengalami batuk produktif dengan
jumlah sputum sedang sampai banyak dan berbau sering bercampur darah. Pleurisi,
atau nyeri dada pekak, dispnea, kelemahan, anoreksia, dan penurunan berat biasa
terjadi.
2.1.1.5
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Bisa
dilakukan rotgen dada: pada mulanya memberi gambaran konsolidasi seperti pada
pneumonia,kemudian setelah kkira-kira 10 hr kemudian jaringan nekrotik
dikeluarkan dan meninggalkan kavitas dengan “air fluid level” yang
berkarteristik.
b. Pemeriksaan
lab darah: LED meningkat, leukosit 20-30rbu/mm,
c. Sputum
berupa pus dengan pengecatan gram terdapat dengan leukosit dan dapat ditentukan
bermacam-macam basil.
2.1.1.6 Pencegahan
Tindakan berikut akan mengurangi
risiko terjadinya abses paru :
- Pasien yang harus menjalani
pencabutan gigi ketika gusi dan gigi mereka terinfeksi mungkin harus diberikan
terapi antibiotik yang sesuai sebelum prosedur
yang sesuai sebelum prosedur yang
menyangkut gigi.
- Pasien diintruksikan untuk
mempertahankan higiene yang adekuat terhadap gigi. Mulut, karena bakteria
anaerobik berperan dalam patogenesis abses paru.
2.1.1.7 Pengobatan
Untuk
penyembuhan sempurna diperlukan antibiotikk, baik intravena maupun peroral.
Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rotgen dada menunjukan
bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai perbaikan seperti ini, biasannya
antibiiotik diberikan selama 4-6 minggu. Pada rongga yang berukuran besar
(diameter lemih dari 6cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.
Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam waktu 3-4
hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10 hari setelah pemberian
antibiotik tidak turun juga, berarti telah terjadi kegagalan terapi dan
sebaiknya dilakukan pemerikaan diagnostik yang lebih lanjut untuk menentukan
penyebab darikagagalan tersebut.
Pada
abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan pembedahan. Indikasi
pembedahan biasanya adalah kegagalan terhadap terapi medis, kecurigaan adanya
tumor atau kelainan bentuk paru-paru bawaan.
2.1.2
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
2.1.2.1.
Pengkajian
a) Pemeriksaan
fisik dada
- Inspeksi:
Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan
- Palpasi:
Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi panas badan yang
meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak
nafas, adanya jari tabuh,
- Perkusi:
Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi
- Auskultasi:
Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar
sampai halus.
b)
Pemeriksaan tambahan terutama
laboratorium yang terjadi peningkatan angka leukosit dan laju endap darah serta
terjadinya penurunan tekanan O2 arteri, rontgen dada terlihat
kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya
yang tampak jelas lagi dengan pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau
benda asing dalam pemeriksaan bronkoskopi.
2.1.2.2 Diagnosa
a) Ketidak
efektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
b) Ketidak
efektifan pola nafas b.d pertukaran gas
c) Intoleransi
aktifitas b.d kelemahan fisik
d) Kurangnya
pengetahuan b.d kurang informasi
e) Nyeri
b.d peradangan paru
f) Gangguan
rasa nyaman b.d hipertermi
2.1.2.3 Perencanaan
a)
Dx.1
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
1. Tujuan
:
- Mempertahakan
jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
2. Kriteria
hasil :
- Menujukkan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (batuk yang efektif, dan
mengeluarkan secret).
3. Rencana
Tindakan :
- Kaji
/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi
- Auskultasi
bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronkhial
- Kaji
pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur
- Bantu
latihan nafas abdomen
- Observasi
karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
- Tingkatan
masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat
dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
- Berikan
obat sesuai indikasi
- Ajarkan
dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase
- Awasi
AGD, Foto dada
- Kolaborasi:
Bronkodilator, Antibiotika, Drainase Bronkoskopi
b)
Dx.2
Ketidak efektifan pola nafas b.d pertukaran gas
1. Tujuan
:
- Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
2. Kriteria
:
- GDA
dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi
nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
3. Rencana
Tindakan :
- Kaji
frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori,
ketidakmampuan berbincang
- Tingikan
kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas,
dorong nafas dalam perlahan sesuai kebutuhan dan toleransi .
- Kaji
/ awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
- Dorong
untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi
- Awasi
tingkat kesadaran / status mental
- Awasi
tanda vital dan status jantung
- Berikan
oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
c)
Dx.3
Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik
1. Tujuan
:
- Klien
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2. Kriteria
hasil :
- Menurunnya
keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas
- Tanda
vital dalam batas normal setelah beraktifitas
- Kebutuhan
ADL terpenuhi
3. Rencana
Tindakan :
- Pantau
nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
- Berikan
bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan
secara bertahap
- Libatkan
keluarga dala pemenuhan kebutuhan pasien serta peralatan yang mudah terjangkau
- Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
d)
Dx.4
Kurangnya pengetahuan b.d kurang informasi
1. Tujuan
:
- Menyatakan
pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan
2. Kriteria
hasil :
- Mengidentifikasi
hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan
faktor penyebab
- Melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
3. Rencana
tindakan :
- Jelaskan/kuatkan
penjelasan proses penyakit individu
- Dorong
pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan
- Instruksikan
atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif, dan latihan kondisi
umum
- Diskusikan
obat pernafasan, efek samping dan reaksi tak diinginkan
- Tekankan
pentingnya perawatan oral atau kebersihan mulut
- Kaji
efek bahaya minuman keras dan nasehatkan menghentikan minum minuman keras pada
pasien dan atau orang terdekat
- Berikan
informasi tentang pembatasan aktifitas dan aktifitas pilihan dengan periode
istirahat untuk mencegah kelemahan
- Diskusikan
pentingnya mengikuti perwatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum
- Rujuk
untuk evaluasi perawatan di rumah bila di indikasikan. Berikan rencana perawatan
detail dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan dirumah sesuai kebutuhan
pulang.
e)
Dx.5
Nyeri b.d peradangan paru
1. Tujuan:
- Menyatakan
nyeri hilang/terkontrol
2. Kriteria
hasil :
-
Menunjukkan perilaku rilek
-
Bisa istirahat/tidur
-
Peningkatan aktifitas dengan tepat
3. Rencana
tindakan :
-
Tentukan karakteristik nyeri: PQRST
-
Pantau tanda vital
-
Berikan tindakan nyaman: pijatan
punggung, perubahan posisi, relaksasi dan distraksi
-
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik
menekan dada selama episode batuk
-
Kolaborasi: Analgetik
f)
Dx.6
Gangguan rasa nyaman b.d hipertermi
1. Tujuan:
- Mendemonstrasikan
suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
2. Kriteria
hasil:
- Tidak
mengalami komplikasi yang berhubungan
3. Rencana
tindakan:
- Pantau
suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis
- Pantau
suhu lingkungan
- Berikan
kompres hangat dan ajarkan serta anjurkan keluarga
- Kolaborasi:
Antipiretik, Antibiotik
2.2 Tuberkulosis
Paru
2.2.1 Konsep Dasar Teori
2.2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara
(airborne).(Niluh gede Yasmin, hal 82).
Tuberculosis paru adalah penyakit
yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajad rendah, nyeri dada dan batuk darah.
(Mansjoer, Arief, 473:2001).
Tuberkulosis adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe. (Brunner & Suddarth, hal : 584).
Jadi Tuberculosis adalah penyakit
yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh
dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru.
2.2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan
termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis
meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M.
microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak
membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi
pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun,
sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak
dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut
sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki
sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella
micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada
dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan
peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel,
sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu
molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara
inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di
dalam makrofag.
DAFTAR PUSTAKA
C.Smeltzer, Suzanne dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta : EGC
Doengoes,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Yasin Asih, Niluh Gede dan Christiantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC